Text
The wisdom of Pramoedya Ananta Toer
PRAMOEDYA ANANTA TOER takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.
Kuasa waktu memang telah mengakhiri lakon tubuhnya di muka bumi dan kehidupan, namun ruh dalam tulisan-tulisannya, kalimat-kalimatnya, kata-katanya, petuah-petuahnya, akan senantiasa hidup dan menyisir zaman, tinggal dalam akal dan hati orang-orang yang masih peduli pada kemanusiaan, keadilan, keberanian, dan cinta.
Pram menulis, sebab itu ia abadi; dalam ingatan anak-anak bangsa yang masih peduli dan mengerti bahwa untuk bangsa sebesar Indonesia, harga diri wajib dipunyai. "Apakah sebangsamu akan kau biarkan terbungkuk-bungkuk dalam ketidaktahuannya? Siapa bakal memulai kalau bukan kau?"
Pram selalu mengajak kita agar selalu menjadi musuh ketidakadilan, penindasan dan kebodohan. Sebab, "Dunia ini bukan surga. Ketidakadilan ada untuk dilawan. Itu memberikan semangat hidup."
Ia adalah pengarang besar dalam sejarah sastra Indonesia. Lebih dari 50 karya ia hasilkan, hampir semuanya diterjemahkan ke dalam lebih dari 41 bahasa asing. Pram lahir di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925. Ayahnya guru, ibunya penjual nasi. Ia pernah bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang, Domei. Ia tergabung dalam militer dalam masa kemerdekaan. Sepanjang menjalani karier militernya dan ketika dipenjara Belanda di Jakarta pada 1948-1949, ia produktif menulis. Pada 1950-an ia tinggal di Belanda, sebagai bagian dari program pertukaran budaya. Ketika kembali ke Indonesia ia menjadi anggota Lekra, sebuah organisasi seniman kiri. Pada masa pergantian rezim, Pram termasuk orang yang "diamanken" Orba. Ia dipenjara 14 tahun di Pulau Buru dan Nusa Kambangan tanpa pengadilan. Selama di penjara ia terus menulis. Salah satu karya monumentalnya di masa itu adalah Tetralogi Pulau Buru. Ia bebas dari penjara pada 1979, tapi dikenakan tahanan rumah, tahanan kota, dan tahanan negara hingga 1999. Selama dalam pengawasan, Pram tetap aktif menulis. Ia meninggal di Jakarta, 30 April 2006 dalam usia 81 tahun.
Membaca (karya) Pramoedya sama halnya membaca sejarah berdirinya sebuah bangunan bernama Indonesia. Karya-karyanya tidak berlagak genit dengan mencoba memberikan segerobak solusi dari setiap persoalan yang ada di negeri ini. Tetapi, lebih dari itu: sebagai cara pandang kita dalam melihat Indonesia dari kacamata yang paling jujur. The Wisdom of Pramoedya Ananta Toer mencoba mengajak kita menelusuri karakter manusia-manusia Indonesia, sebagai bagian dari material utama atas bangunan yang tak pernah selesai dipugar. Dan Pram telah berdiri sebagai salah seorang arsiteknya!
Tidak tersedia versi lain